Sejak 2019 ada 153 film yang aku nilai. Gatau itu angka banyak atau sedikit karena nggak pernah tanya orang lain. Tahun 2023 sendiri ada sebanyak 28 film, ini terbilang rendah karena pada tahun 2021 ada 51 film. 2023 terlihat sedikit, tapi rasanya aku nonton banyak series dan sitcom yang sebelumnya nggak pernah dieksplor. Apalagi tahun ini aku nonton Breaking Bad sudah 4 dari 5 season, walaupun belum ku tamatin. Poinnya adalah banyak nonton kok, tapi selain film.
Dari 153 film yang dinilai, sekarang aku ingin kasih tahu bagaimana caraku menilai film. Biasanya pada awal film aku tidak menaruh ekspektasi apapun, jadi taruh semua film yang ditonton itu 3 bintang dulu. Lalu sepanjang film biasanya bakal keliatan nih, mungkin bakal kasih nilai tambahan atau malah kurang.
Cerita
Pada cerita biasanya aku nilai dari plot cerita dan kualitas cerita. Maksud dari kualitas cerita adalah antara ceritanya berhasil menggiring kita untuk merasakan apa yang pencerita ingin penonton rasakan, atau bisa juga kualitas cerita itu dari ceritanya memiliki daya imajinasi yang tinggi yang pada akhirnya penonton ikut bisa merasakan.
Seperti contohnya Baby Driver (2017), secara cerita itu aku suka banget. Biasanya film perampok bank itu menceritakan dari sudut pandang perampoknya, tapi di film ini menceritakan dari seorang supir handalnya para perampok. Secara kualitas cerita, ini sudah menarik.
Lalu kedua, plot cerita. Jelas kalau kamu nonton film yang plot nya sedikit berbeda dari film lain, bakal ada poin lebih. Tapi tentu setiap orang memiliki daya tangkap yang berbeda. Terlebih menurutku, otakku setara dengan lumba-lumba. Jadi kadang aku suka sulit mencerna film. Orang lain ngerti baru 5 abad kemudian aku berevolusi dan akhirnya ngerti filmnya.
Karena otak lumba-lumba ini, film yang aku tonton dan aku ngerti alur atau plot filmnya jadi poin ‘luar biasa’ lebih buatku. Seperti contohnya, aku ada nonton film sekuel horror-thriller Fear Street (2021) dengan story yang nggak begitu spesial, tapi plotnya aku bisa masuk. Itu aku kasih nilai tambahan.
Karakter (Akting)
Akting mungkin nggak terlalu mahir untuk kunilai, tapi rasanya kita semua tahu mana yang kita suka mana yang kita nggak suka. Kaya contohnya nih, aku Suka karakter villain dari Inglourious Basterds (2009), yaitu Hans Landa yang diperankan oleh Christoph Waltz. Dari 153 film yang aku tonton, mungkin itu puncak akting yang pernah aku liat. Tapi, ada juga kok karakter yang dibawakan oleh Christoph Waltz yang juga aku kurang suka seperti pada Alita: Battle Angel (2019) kurasa itu bukan karya terbaiknya (walaupun secara keseluruhan filmnya juga bukan yang terbaik).
Selanjutnya, ini mungkin sedikit bias. Karena seperti yang kita semua tahu mungkin ada aktor yang bagus tapi sayangnya nggak ngerti bahasanya jadi delivernya cuma dari teks subtitle dan ekspresinya. Seperti di Parasite (2019) Aku merasa akting mereka itu bagus tapi aku kurang begitu kena karena pada akhirnya bakal liat subtitle. Ada beberapa subtitle yang ekspresif seperti pada serial anime Mob Psycho 100 (2016), tapi sayangnya itu juga agak sulit untuk diterima, karena ini karya pake bahasa jepang tapi kenapa di Indonesia-in slang-nya. Kena tapi ada yang tetap kurang dan gatau juga untuk sekarang solusi terbaiknya apa selain, ku terima engkau apa adanya.
Visual
Kalau kamu nonton The Batman (2022), itu visual yang paling ideal buatku. Aku suka film yang nggak terlalu ‘rigged’ kaya gaya visual Parasite (2019) atau film-film dari David Fincher. Sukanya yang sedikit kotor, tapi tetap terkomposisi. Spesifiknya waktu adegan bat mobile ngejar The Pinguin. CRAZY SHOTS, boorather!
Production Value
Sejujurnya nggak terlalu memikirkan ini secara menyeluruh, namun kadang jika ada sesuatu yang benar-benar menonjol dan mencuri perhatian seperti pada Inception (2010) adegan mereka kelahi dan seperti melayang-layang. Itu aku bakal melihatnya sebagai poin plus, karena ya penasaranlah. Gatau cara mereka melakukannya selain memakai CG dan karya Christopher Nolan sangat meminimalisir gambar komputasi. Terus, setelah aku nonton behind the scenesnya baru tahu caranya dan malahan makin kagum karena Production Valuenya gila.